Kalbu Ibunda

LATIFAH QOLBI

/Oce E Satria Latifah qolbi,
di mana engkau di dekatku?
Tak sekali pun kulihat
engkau bersemayam
di kedirianku
Akukah yang abai
atau Tuhan mengabaikanku?

Latifah qolbi,
Di manakah engkau di diriku?
Padahal aku tahu engkau selalu ada,
tapi mengapa aku tak pernah
menyentuhmu?
Akukah yang lalai
atau Tuhan membiarkanku lalai?

Latifah qolbi,
Di manakah engkau di bagian terdalam di palung jiwa?
Tapi mengapa kita tak pernah bersua ketika aku
berusuh hati,
Akukah yang buta
ataukah Tuhan telah membutakan "mata"ku?

Latifah qolbi,
bagaimana cara aku bisa
menyentuhmu dan mengurai kabut yang menyelimutimu?
Agar aku bisa berasyik-masyhuk dengan Rabbku di
kebeninganmu.

Latifah qolbi
jika tak berjawab tanya
izinkan aku menulis pesan:
"Disposisikan namaku
kepada Rabb-mu dan Rabb-ku"

2020




PUISIKU TAK PERNAH SAMPAI DI GAZA

Oce E Satria

Puisi-puisiku menderu sejak dulu
kupahatkan huruf demi hurufnya
di kayu – kayu berminyak
yang kupilih dari hutan-hutanku,
hanya untukmu adinda bermata binar
berbalut jubah berdebu,

Tapi aku tak pernah benar-benar membantumu,
puisi-puisiku dikalahkan deru roket di setiap penjuru
yang mengabu dan menghantu,
yang dikirim dari meja-meja pertemuan empat mata
Washington Beijing, London dan Tel Aviv.

Pernah kuhiriukpikukkan puisi-puisiku di sini,
di ranah kami yang subur,
demi berbalas sejumput doa
untukmu di Gaza, Sabra-Shatila dan sudut-sudut hitam
tanah Palestina.

Entahlah, adakah sampai,
sedang malam ini aku masih mendengar
bombardir tanpa mata dari Zionis.
Engkau pasti kini sedang meraup balitamu
demi menyembunyikan deru yang kejam itu.

*pku12 MAKHRAJ CINTA IBUNDA

Oce Satria

Dulu
di hulu,
ibunda menghanyutkan mimpi,
menitip harap pada arus
membiarkan mimpinya
diombang-ambing
dari cadas ke cadas
dilumat pusar air
dari jeram demi jeram,

Dari dulu
dari hulu,
ibunda menaruh doa
melepas cintanya melaju menyibak segara tak berbatas.

Dari dulu,
ibunda tak menagih mimpinya pulang ke hulu.
Ia percaya
Cinta itu (meski setakat ini hilang lena di samudera berantah), akan pulang.
Sesekali meluap kabar cerita bahagia Ibunda:
"Ibu sudah khatam berkali-kali, Nak,"
hanya berbekal kacamata berminus entah berapa.

Di tiap makhraj-nya
ibu menitipkan doa dan cinta:
"Ada engkau di halqi,
bersama engkau di lisani,
mengingat engkau di syafawi,
apatah lagi di syaufi,
dan menyusun namamu di khaisyum."

Tatkala kesah membakar senyum menjadi abu gelisah,
ingatan menguat pada ibunda.
Di sini telah kucari mimpi
ke sudut-sudut negeri,
melintas angin
melantas angan.

Yang kusua hanyalah tetabur ombak
memecah di sisi bahtera dan
lalu lesap bersama kepungan samudera.

Telah juga kucari cinta
di lembah lembah
dan gunung gunung
bermakhota segala rupa.
Yang kusua hanyalah hablur
yang menipu mata dan rasa.

Pada titik nadir,
hanya pada kaki dan hati ibunda segala tanya terjawab,
segala nestapa diusap,
segala risau didekap.
Lelap.

Allahummaghfirlii waliwaalidayya warham humma kamaa rabbayaa nii shaghiiraa