Renjana dan Rencana Sambo


Oleh Oce E Satria


Pembunuhan Berencana. Kebalikannya adalah tidak berencana. Kenapa harus direncanakan? Mengapa mereka (bbrp org) merencanakan membunuh Brigadir J? 

Motif pelecehan seksual sudah gugur. 
So, apa motifnya hingga Ferdy (bahkan istrinya terlibat juga ikut) merencanakan menghabisi Brigadir J di mana pasal 340 KUHP dibidik utk para pelaku. Itu adalah pasal pembunuhan berencana, sementara pasal 338 adalah soal pembunuhan biasa.

Seorang hakim di sebuah pengadilan negeri Jawa Timur dulu pernah menuturkan, motif terbesar pembunuhan berencana adalah karena perempuan dan terkait masalah cinta. Cintaaaa? Uhuuyyyy..

"Dari 14 kasus pembunuhan yang saya tangani, motif terbesar adalah karena perempuan," kata hakim yang diwawancarai wartawan pada 2015 silam.

Benarkah analisa hakim tersebut? Hipotesa dia bisa jadi benar jika diterapkan pada kasus yang terungkap ke publik di berbagai penjuru Indonesia.

Seperti Gatot Supiartono yang nekat menghabisi nyawa istri sirinya, Holly Angela karena cemburu dengan menyewa pembunuh bayaran. Antasari Azhar, berdasarkan putusan Mahkamah Agung, juga menghabisi Nasrudin Zulkarnaen karena motif cemburu perempuan bernama Rani.

Namun, memang ada polemik soal perlu atau tidaknya motif jadi hal pokok dalam pembuktian pembunuhan berencana.

Ingat sidang  "Kopi Mirna", ketika saksi ahli
Eddy O.S Hiariej. Dia Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tegas dia bilang,  motif tak perlu ada dalam pembuktian Pasal 340 KUHP.

Profesor ini mengingatkan sejarah pembentukan lahirnya Pasal 340 KUHP Belanda dahulu kala. Prof. Eddy mengutip pandangan Jan Remmelink, guru besar dan mantan Jaksa Agung Belanda—bahwa motif justru dijauhkan dari rumusan delik. Remmelink menulis,  pembuat Pasal 340 KUHP Belanda menempatkan motif pelaku sejauh mungkin di luar perumusan delik.

Kata pak Prof, ada tiga hal penting dalam pembunuhan berencana yang diatur dalam Pasal 340 KUHP. 

Satu, pelaku ketika memutuskan kehendak untuk melakukan perbuatan itu dalam keadaan tenang. 

Dua,  ada tenggang waktu yang cukup antara memutuskan kehendak dan melaksanakan perbuatan. 

Tiga, pelaksanaan perbuatan dilakukan dalam keadaan tenang. 

“Pasal 340 KUHP memberikan batas dengan Pasal 338 yang pembunuhan biasa,” kata Edward saat ditanya JPU sidang Mirna.

Menjawab konfirmasi ulang dari penuntut umum, Prof. Eddy menegaskan jawabannya sudah jelas dan tegas. Motif tak perlu.

Ia justru meminta ahli pidana yang menyebut motif harus dibuktikan dalam perkara pembunuhan berencana untuk kembali belajar sejarah pembentukan KUHP Belanda.

“Kalau ada ahli pidana yang mengatakan (pembunuhan berencana) harus ada motif, suruh baca ulang sejarah pembentukan KUHP Belanda,” ujarnya di depan majelis hakim pimpinan Kisworo.

Namun, kata Prof. Eddy,  bukan berarti tak ada rumusan yang menghendaki motif. Anasir motif penting dalam pembuktian 378 KUHP. Pasal ini menyebutkan barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

So, kalau pelecehan seksual tak ada, isu (penyebab dari) perselingkuhan FS  juga tak ada (sebab sang istri justru terlibat dalam perencanaan pembunuhan) maka tentu ada motif di luar kedua itu. Lalu apa? Entahlah.

Walau, seperti kata prof tadi, motif tak penting karena yg penting adalah pembuktian unsur2 berencana terpenuhi, namun bagi kita rakyat biasa ini tentu kepo juga pengen tahu. Kenapa Brigadir J harus dimatikan? Sepenting dan seberbahaya  apa keberadaan Brigadir J terhadap kehidupan para pelaku? 

Oh ya, kata yg mirip bunyi dengan rencana adalah "renjana". Wikipedia menulis: Renjana diserap ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Sansekerta रञ्जन rañjana, yang berati hasrat (yang menyala), 

KopiPagi