Kue Lebaran Jadul (Cerita Ramadhan)

@sembadalas-twitter

BAGI sebagian orang waktu bulan Ramadhan zaman dulu, kira-kira era 70-80an, di awal-awal Ramadhan sudah dimulai membuat kue lebaran.
Biasanya itu untuk kue kering. Karena bisa tahan lama.
Padahal, kue apa pun jenisnya bisa kelar diselesaikan dalam H-7. Tapi lantaran saking bergedang hati menanti lebaran, tak apalah dipergulutkan membuat kue. Minimal mengangsur2 kerjaan.
Maka, dipecahlah tepung dengan telur, vanile cap Kunci, mentega, pewarna dan lain sebagainya. Dikocok dengan mixer jadul berupa kawat spriral dengan pegangan kayu, lalu digulung, dihempaskan, lalu dicetak dengan cetakan papan dan aluminium yang juga jadul buatan rumahan.
Lalu selesai sudah kue sagun bakar, kue semprit dan beberapa kue kering lainnya.
Tapi kalau untuk kue basah seperti kue bolu dan sejenisnya, mau tak mau dibuat mendekati riraya tiba. Kita akan menyaksikan di semua rumah akan hiruk pikuk dengan teriakan dan cekikan emak2 bersekuhempas sepanjang hari menyelesaikan kue idaman.
Aneka kue produksi rumahan selama bulan puasa zaman dulu tercatat kue putu kacang (sagun bakar), kue semprit, kembang loyang, kue semprong, anak inti, kue wijen dan seterusnya.
Kue-kue selesai, maka disiapkan pulalah toples untuk menaruh kue-kue. Rerata toples kue zaman jadul itu sama saja, oples ukuran sedang dengan tutup seperti topi berjambul. Belum ada masa itu varian toples seperti zaman sekarang. Hampir sama spek dan bentuknya.
Mungkin baru era pertengahan 80 an sudah mulai ada Cake Turntable atau toples putar dengan model ceper. Dan hingga sekarang ratusan model sudah tersedia di toko fitting alat kue atau toko pecah belah.
Agar terlihat artistik tutup toples perlu dibalut dengan kertas minyak warna warni dengan model guntingan yang juga berseni. Kertas minyak itu adalah kertas yang biasa dipakai untuk layang-layang.
Begitulah kisah Ramadhan 70-80an
Samsat Kubang 24/3/23